Selamat menempuh hidup baru..

Ucapan ini biasanya ditujukan untuk pengantin yang baru melaksanakan pernikahan.
Nah, sekarang ucapan itu bisa ditujukan kepada saya? loh koq bisa?
Apakah saya pengantin baru lagi? ho ho ho ho.. mun tau… 😛

Sebelumnya, tulisan ini sempat saya buat private karena saya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan istri saya. Maklum saja, tulisan ini sedikit bercerita tentang kehidupan pribadi kami berdua, apakah layak pengalaman ini diceritakan ke khalayak ramai?. (cak serius nian.. :D)

Setelah mendapat persetujuan, barulah tulisan ini saya terbitkan dan semoga teman-teman dapat mengambil hikmah dari pengalaman yang saya tulis ini.

O iya, tulisan ini juga tidak ada sangkut pautnya dengan bulan Syawal yang katanya bulan menikah, seperti ditulis bikpici disini 😀

Ceritanya berawal ketika saya melepas masa lajang hampir 2 tahun yang lalu, tepatnya pada akhir bulan Desember tahun 2006 dengan mempersunting seorang kembang desa yang kini menjadi Bunda dari Aliyah anak saya. Namun dikarenakan kami berdua bekerja di dua instansi dan dua tempat yang berbeda (saya di Palembang dan Istri saya di Lampung), diawal pernikahan kami harus langsung berpisah (dikarenakan masa cuti istri saya saat itu telah habis), padahal usia perkawinan kami pada saat itu baru 5 hari. (jangan dibayangkan gimana perasaan saya pada saat itu 😦 )

Tidak habis sampai disitu, selama mengarungi mahligai rumah tangga kami hingga akhir oktober tadi, kesempatan untuk bertemu pun masih bisa dihitung dengan jari. Kebetulan dikantor tempat saya bekerja sungguh-sungguh sangat susah untuk mendapatkan hari libur, bahkan hari libur nasional pun saya harus tetap bekerja (Ya begitulah, kalau kerja di Media <- sekedar himbauan neeh). Jadi hanya cuti atau hari besar agama saja, bisa saya manfaatkan untuk bertemu dengan Istri dan Anak saya.

Miris memang, but the show must go on.. berdoa dan terus menjalani hidup ini dengan senyuman tentunya, “mengutip salah satu lirik dari lagu band DEWA”. Kuantitas tidak saya terlalu pikirkan, tapi kualitaslah yg perlu dijaga setiap ada kesempatan bertemu.

Pertemuan terlama yang kami berdua alami hanya pada saat istri saya akan melahirkan (mendapat cuti melahirkan) sekitar kurang lebih 3 bulan, sempat terpikir andai saya juga bisa mendapatkan cuti  melahirkan tentu saja setengah tahun kami bisa bersama-sama tentunya (!@#$%^&). Semakin jauh nih ceritanya ya,  saya persingkat saja, antisisapi nanti blog ini dikategorikan sebagai blog curhat pula.

Inti dari cerita saya ini adalah walau kejadian yang saya alami ini tidak umum terjadi di masyarakat banyak. namun hikmah yang saya dapatkan amatlah sangat besar, saya menjadi sangat menghargai arti keluarga, arti dari kebersamaan dengan keluarga.

Alangkah tidak enaknya, walau hidup berkecukupan (ini contoh, bukan berarti saya hidup berkecukupan loh), tapi jauh dari keluarga. sangat tidak nyaman rasanya, banyak momen-momen yang terlewat dari perjalanan kami berumah tangga. Saya tidak melihat anakku tumbuh secara langsung, saat dia mulai merangkak, saat dia mulai bisa berdiri, saat dia sakit, and so on, and so on..

Sampai khabar gembira ini, akhirnya datang juga!!. Istri saya akhirnya mendapatkan surat untuk berpindah tugas setelah hampir 4 tahun bekerja dan ditempatkan di Lampung. Mulai awal November 2008 tahun tadi, Bunda ditempatkan kembali di kota kelahirannya. Ditempat saya bekerja dan menetap, yakni Palembang.

Alhamdulillah, sujud syukur kepada Allah SWT, harapan yang hampir dua tahun belakangan kami impikan akhirnya dikabulkan oleh-Nya. Saatnya benar-benar memulai karir sebagai seorang ayah, yang telah saya cita-citakan sejak masih anak-anak. :D.

Hip hip hooreeeeee, Selamat menempuh hidup baru lagi, mang!

Nah Nah ..? bener-bener curhat ternyata… baru nyadar!!!